Moderasi pendidikan menjadi cita-cita semua manusia
di dunia ini, karena itu yang paling dasar dalam diri manusia guna menciptakan
perdamaian dalam dunia pendidikan. Untuk menciptakan nperdamaian, kemajuan, dan
moderasi dalam dunia pendidikan kita harus membenci kekerasan atas nama apapun,
baik itu agama dan kemanusiaan. Manusia harus saling menghargai, menerima,
menghormati dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Maka dalam
menciptakan moderasi, dibutuhkan jalur pendidikan pesantren berbasis sekolah
perjumpaan, dalam menghadapi gmpuran radikalisme. Karena penulis percaya bahwa
dengan jalur pendidikan kita bisa mengubah peradaban manusia di tengah-tengah
kekrisisan yang dihadapi.
Moderasi tak
akan bisa tercipta tanpa adanya
komunikasi atau dialog, karena komunikasi adalah tempat berlatih untuk menghilangkan permasalahan, dan juga
mengekspresikan kebenaran. Komunikasi atau dialog adalah institusi yang tidak
bisa dihindari oleh setiap orang. Orang akan disebut sakit jika ia
tidak pernah berinteraksi dengan sesama. Dalam berkomunikasi selalu ada
hantaran bahasa saling kesefahaman. Begitu pentingnya
bahasa dalam kehidupan kita sehari-hari hingga kita tidak menyadarinya, ia bagaikan nafas yang ketika hirup baru kita sadar akan pentingnya. Jika nafas kita sesak, maka kita tidak
mampu berfikir, tidak banyak yang dapat kita perbuat karena kita hanya akan
terfokus pada sesak itu sendiri. Kita cenderung tidak menghargai nafas sebelum
kita merasakan sesak nafas. Pun demikian halnya dengan bahasa ketika kita
berkomunikasi.
Moderasi pendidikan pesantren saat ini hanya sebatas
wacana tanpa ada konsepsi yang jelas, terlebih lagi moderasi pendidikan
disampaikan hanya sebatas da’wah yang di mana penyampaian pesan-pesan moderasi
kenabian baru sebatas ceramah di atas podium semata dan tidak memiliki efek
psikologis terhadap perubahan tindakan. Maka dari itu, moderasi pendidikan
pesantren harus dilakukan pada ranah perjumpaan pembelajaran moral yang
mengarah pada perubahan tindakan sehingga moderasi pendidikan pesantren
berbasis sekolah perjumpaan harus berbasis pada aspek pembelajaran tindakan.
Seperti yang dikatakan di atas bahwa moderasi pendidikan
pesantren tidak bisa lepas dari
bahasa. Karena moderasi pendidikan pesantren merupakan pembelajaran yang
berkatian dengan bagaimana menerapkan nilai kebenaran dalam ranah tindakan
manusia. Pembelajaran selama ini telah terjadi ketidak seimbangan antara
pemahaman, dan perilaku (moralitas) karena pembelajaran formal baru menyentuh
ranah pengetahuan/kognisi saja, tak perlu di pungkiri lagi output dari sekolah
formal, termasuk sekarang ini adalah orang-orang yang pintar tapi bukan
orang-orang baik. Maka untuk menjawab hal tersebut moderasi pendidikan pesantren memberikan jalan keluar dan
hal-hal yang harus dilakukan dalam setiap institusi pendidikan.
Dalam moderasi pendidikan
pesantren bahwa institusinya adalah
perjumpaan itu sendiri dan yang menjadi sarananya adalah pesantren, dan
pembelajarannya terjadi ketika berkomunikasi atau dialog. Komunikasi adalah
tempat berlatih untuk menghilangkan paksaan dalam mengekspresikan kebenaran. Komunikasi
adalah institusi yang tidak bisa dihindari oleh setiap orang karena semua orang
membutuhkan komunikasi dalam menjalin suatu hubungan tanpa syarat. Komunikasi
adalah pendukung dalam sistem moderasi pendidikan pesantren, karena tanpa komunikasi/bahasa maka dalam
suatu kelompok masyarakat belum bisa dikatakan masyarakat yang komunikatif.
Komunikasi juga sebagai tujuan manusia untuk memahami dan menginterpretasikan
fenomena sekelilingnya. Komunikasi/bahasa merupakan modal sosial yang sangat
penting yang dimiliki manusia untuk berinteraksi, memelihara, mengukuhkan, dan
mengkonversi untuk saling mengubah, karena dalam bahasa terdapat unsur
moralitas dalam menciptakan tindakan bersama collective action.
Dalam pandangan interaksionisme simbolik komunikasi
atau interaksi itu penting sebagai tujuan untuk mengubah apapun dalam sistem
sosial kemanusiaan. Tidak hanya itu komunikasi yang terjalin diantara semua
individu adalah komunikasi untuk mencari kebenaran intersubyektif. Dan
komunikasi yang terjalin diantara semua
memang menjadi tujuan, karena komunikasi pada dasarnya adalah tujuan, bukan
sarana. Bila komunikasi adalah sarana, maka partisipan atau elemen-elemen yang
terlibat di dalamnya adalah sarana juga. Komunikasi adalah tindakan primer dari
komponen sistem sosial. Dan setiap koordinasi sosial adalah konsekuensi dari
komunikasi. Apabila semua ini terjadi dalam ranah tujuan maka komunikasi akan
menghasilkan tindakan sosial social action, tindakan sosial ini terjadi
karena konsekwensi dari komunikasi.
Moderasi pendidikan pesantren ini juga berbasiskan kesadaran individu
untuk terus menjalin komunikasi dengan cara terbuka sehingga proses saling
keberterimaan tanpa syarat. Dengan kata lain, membangun hubungan secara tulus.
Di samping itu juga, setiap status sosial sebisa mungkin untuk dilepaskan agar
otoritas-otoritas tertentu tidak berperan dalam proses pembelajaran agar tidak
tercipta iam my position. Tujuan untuk melepaskan status-status tersebut
karena moderasi pendidikan pesantren berkaitan dengan pembelajaran tanpa syarat dan tendensi tertentu (imperative
kategoris). Oleh karenanya, moderasi pendidikan pesantren mengindikasikan pembelajaran seumur hidup long
life learners dan harus terus dilakukan oleh semua orang. Karena selama ini
moderasi pendidikan pesantren seringkali
dilupakan padahal pembelajaran ini merupakan basis dari semua pembelajaran,
karena apabila ini berjalan dengan baik maka produk-produk pembelajaran akan
cepat tercipta. Produk-produk tersebut seperti pintar, menghargai, jujur,
bermoral dan bertanggungjawab. Mengapa demikian, karena basis pembelajarannya
berjalan dengan efektif, karena manusianya yang dibangun berdasarkan asas
kemanusiaan.
Moderasi
pendidikan pesantren berbasis sekolah perjumpaan yang bisa ditawarkan dalam
tulisan ini adalah gagasan bahwa semua jenis perjumpaan memiliki hanya satu
tujuan yakni untuk memperjumpakan dan mempersatukan hati. Yang lainnya hanya
dianggap sebagai tujuan sebenarnya bukan tujuan tetapi salah satu indikator
dari kebehasilan perjumpaan. Aktivitas yang dimiliki perjumpaan untuk mencapai
tujuan intrinsiknya ada dua: sikap batin
dan tindakan lahir, yaitu tindakan berbahasa (yang nantinya akan
melahirkan tindakan tindakan lainnya yang non-bahasa). Moderasi pendidikan pesantren
berbasis sekolah perjumpaan dalam hal ini sebagai lembaga untuk mempersatukan
hati, maka sarana yang digunakan adalah positivitas
emotioning dan positivitas tindakan
berbahasa. Memilih negativitas dari keduanya akan membuat hati saling
menjauh. Antara sarana dan tujuan harus sesuai, dan sarana yang baik adalah
sarana yang paling efektif untuk mencapai tujuan. Ini tuntutan rasionalitas
biasa. Bila hubungan baik dengan sesama adalah tuntutan eksistensial, maka
masuk akal kenapa perjumpaan, emotioning,
dan tindakan ilokusi adalah fenomena
yang tidak bisa dihindari dalam hidup manusia, karena ketiganya adalah syarat
wajib yang harus ada untuk tujuan konektivitas hati, tetapi bukan syarat cukup.
Syarat cukup adalah beroperasinya positivitas yang terkait dengan emotioning dan tindakan tindakan ilokusi dalam setiap pembelajaran di
pesantren.
0 Comments:
Posting Komentar